Tantei wa Mou, Shindeiru Volume 2 - Bab 2 Bagian 3

Bab 2 Bagian 3
Detektif Hebat Tidak Kunjung Muncul


“Pokoknya, intinya tuh begini; tunggu dengan tenang di kamar, nikmati pizza-mu, dan sisanya kau hanya perlu menanti ajal... tidak, kau bebas mau ngapain aja.”

“Kau akan menyelamatkanku, kan? Kau pasti akan menyelamatkanku sebelum aku terbunuh, kan?”

Kini, aku berada di kamar hotel yang Siesta siapkan untukku. Setelah sesi bersantai sambil minum teh, kami makan malam, aku berpisah darinya, dan sekarang berbaring di atas ranjang ketika aku berbicara dengannya melalui telepon. Kami sedang menjalankan rencana kami untuk memancing Cerberus..., dengan mengunakan dirku sebagai umpan.

“Sudah hampir tiga tahun kita melakukan perjalanan mengelilingi dunia ini, ya..., waktu benar-benar berlalu dengan cepat.”

“Jangan secara tibat-tiba mengenang masa lalu seperti itu. Kalu kita ingin bernostalgia akan perjalan kita, maka simpan momen itu saat kita tua nanti.”

[Catatan Penerjemah: Ughh, jadi sesak dada gua saat ngebaca kalimat di atas.]

“Sepanjang waktu, kita selalu saja berdebat..., sebenarnya, tidak, mungkin memang begitu. Tapi karena itu juga, setiap hari yang kita lalui sama sekali tidak terasa membosankan.”

“Woi, jangan bertingkah seolah-olah aku akan mati atau semacamnya!”

Meskipun aku adalah asistenmu, aku tidak mau mempertaruhkan hidupku untuk ini, tahu?

“...Jadi? Apa Cerberus benar-benar akan datang ke kamar ini?”

Sekarang kami sudah menjalankan rencana ini, maka tidak ada jalan lain selain terus maju. Ayo terus fokus untuk memastikan bahwa rencana kami akan berjalan dengan baik.

“Tenanglah. Jika segala sesuatunya berjalan sesuai rencana, tengah malam nanti kau akan digerogoti sampai mati oleh Cerberus.”

“Apa aku akan dibunuh atau semacamnya?”

Kumoho. Selamatkan aku. Dalam lima menit.

“Astaga, kenapa hidupku rasanya hanya tersisa tiga jam lagi?”

Aku melihat ke arah luar jendela, dan ini sudah malam saat matahari telah terbenam sepenuhnya.

“Sejujurnya, aku tidak benar-benar tahu kapan itu akan terjadi, dan aku tidak tahu apakah itu akan terjadi hari ini.”

...Tentu saja. Kemungkinan besar Cerberus akan mengincarku saat aku jauh dari Siesta, tapi dengan mengetahuai itu saja, masih belum cukup untuk dapat menentukan waktu dan tanggalnya. Aku mungkin harus terus bersiaga di hotel ini sampai hari itu tiba.

“Siesta, kau ada di kamar sebelah, kan?”

“Kau ini tolol apa?”

Sekali lagi aku dihina. Itu tidak masuk akal.

“Kalau aku sampai berada di dekat situ, musuh tidak akan muncul karena akan mewaspadaiku.”

...Ahh, kurasa memang begitu.

“Tunggu sebentar. Ini artinya, saat ini aku benar-benar sendirian? Apa hari ini aku akan benar-benar mati?”

Bukannya aku bermaksud sombong atau semacamnya, tapi seorang aku tidak mungkin bisa mengalahkan 《Homunculus》, tahu?

“Tenanglah. Untuk berjaga-jaga, sebelumnya aku telah mengatur apa yang diperlukan untuk memastikan bahwa ada satu dari seribu kesempatan kau akan selamat.”

“Lah, aku cuman punya satu dari seribu kesempatan untuk selamat?”

“Cuman bercanda kok.”

Justru itu yang jadi masalahnya. Kalau kau yang mengatakannya, itu tidak terdengar seperti candaan.

“Haaa, andai saja kita bisa berada di kamar yang sama...”

Aku memikirkan kemungkinan situasi terburuk, dan tanpa kusadari aku meratapi situasi tersebut. Dan kemudian—

“......Hm?”

Untuk beberapa alasan, nada selanjutnya yang keluar dari telepon sepertinya cenderung menggodaku.

“Jadi, kau ingin tinggal di kamar yang sama denganku?”

“! Maksudku bukan begitu. Aku bilang begitu hanya untuk menjamin keselamatanku.”

“Jadi, kau ingin tidur di ranjang yang sama denganku?”

“Astaga, sudah kubilang, bukan begitu maksudku. Dan lagi, bukannya kau itu memiliki kebiasaan tidur yang buruk? Pikirmu sudah berapa kali aku menerima pukulan yang begitu telak darimu saat kau tidur?”

“Apa kau ingin mandi bersamaku?”

“Aku tidak mau mandi bersamamu.”

“Kau ini gak mau jujur ya jadi orang.”

Maaf saja, tapi itu adalah apa yang memang benar-benar kupikirkan.

“Ah, terserah... kalau begitu, akan tutup telponnya.”

Sambil kami melanjutkan senda gurau yang tidak masuk akal, tanpa kusadari aku akhirnya merasa lebih santai. Yang harus kulakukan hanyalah mempertaruhkan segalanya pada rencana yang disiapkan Siesta. Itulah yang kupikirkan saat aku bersiap untuk menutup telepon.

“Siesta, apa sekarang kau lagi di luar ruangan?”

Di ujung lain telepon, aku bisa mendengar suara klakson mobil.

“Eh? Iya, aku di luar sekarang.”

“Maka jangan terlalu lama berada di ular. Memang benar kalau Cerberus tidak mengincarmu, tapi meski begitu, masih tetap ada orang-orang yang berbahaya di luar sana.”

“............”

Saat aku mengatakan itu, untuk suatu alasan keheningan berlalu di antara kami.

“Siesta?”

“...Tidak. Maaf. Hanya saja, rasanya cukup mengejutkan bahwa kau benar-benar menganggapku sebagai seorang gadis—”

“Apa kau terkejut?”

“Aku tertawa.”

“Memangnya apa yang lucu?”

Seriusan dah, jangan tertawa.

Padahal jarang-jarang loh aku akan menunjukkan sisi lembutku, tapi kenapa malah selalu berakhir seperti ini.

“Kalau begitu aku akan menutup telponnya sekarang.”

“Mungkin aku memang tidak berada di sampingmu, tapi, aku bisa terus meneleponmu sehingga kau tidak akan merasa kesepian.”

“Aku tidak merasa kesepian..., tapi kalau kau memang tidak mau menutup telponnya—”

“Ah, ya, ya. Tanpa kau bilang pun aku tahu kok.”

Akhirnya, beberapa jam telah berlalu. Firasatku tidak kunjung menjadi kenyataan; sampai sejauh rentang wantu itu, saat itulah Cerberus menyerang.

—Aku merasakan suatu kehadiran.

Aku bisa merasakannya secara fisik, dan saat ini sudah lewat watku tengah malam.

Sekarang aku cuman sendirian di dalam kamar..., tapi denga jelas, aku bisa merasakan ada sesuatu yang bergerak di sekitarku.

Beberapa jam telah berlalu setelah panggilan telepon itu. Aku memesan layanan kamar, menonton TV, menghabiskan waktu dengan sewajarnya, memadamkan lampu, dan tanpa mengganti pakaian, aku langsung naik ke atas ranjang. Untuk memastikan, aku berpura-pura tidur dan menunggu momen itu..., tapi tetap saja, aku tidak menyangka bahwa satu dari seribu kemungkinan itu akan terjadi.

Mungkin musuh cuman sendirian.

Setekah semua lampu dipadamkan, tempat itu benar-benar gelap dan sangat sunyi hingga aku bahkan tidak bisa mendengar suara dengungan AC. Tapi saat itu, dengan jelas aku bisa mendengar suara pengaman pistol yang dilepaskan. Seseorang sedang menargetkan hidupku, tapi—

 

“Maaf saja, tapi aku sudah terbiasa menjadi target.”

 

Sampai batas tertentu, aku berhasil mencari tahu di mana keberadaan musuh, dan tanpa memberikan peringatan, aku segera melompat dari ranjang dan kemudian  menjepit tangan yang memegang pistol dengan kedua kakiku, dan melakukan Ude Hishigi Juji Gatame.

“...!!”

Aku harus melindungi hidupku sendiri.

Tentu saja, aku menganggap Siesta sebagai jaminan terakhir hidupku, tapi tetap saja, sebisa mungkin aku harus menghadapi apa pun situasiku. Demi mengatasi masalah yang disebabkan oleh kecenderungan ini, di masa lalu aku mempelajari beberapa seni bela diri dan baru-baru ini aku meminta Siesta untuk melatihku.

“Kalau cuman satu atau dua tulang yang patah, kau masih bisa menangani itu, kan?”

Maaf saja, tapi aku tidak akan menahan diri saat melawan 《Homunculus》.

“...!”

Pistol akhirnya terjatuh dari tangan musuh. Namun, aku masih harus mengencangkan cengkeramanku. Hingga Siesta tiba di tempat ini, aku harus mengulur waktu selama mungkin.

“Jangan bergerak. Kalau kau melakukan gerakan yang tidak perlu..., tunggu, apa?”

Kupikir aku telah mengunci lengannya, tapi perasaan itu segara menghilang—dan tepat ketika aku memikrikan itu,

“Grr...!”

Rasa sakit yang tajam menyerang lenganku, lidahku tergigit, dan aku merasakan sensasi perih di mulutku.

“...Kau membuat bahumu terkilir dengan sengaja?”

Dalam kegelapan, aku tidak bisa melihat siapa orang itu, tapi dia mungkin adalah orang yang kuperkirakan. Musuh membuat bahunya terkilir dan berbalik menggunakan keterampilannya, kemudian dia mengangkat kakinya dan menendang wajahku. Tidak ada orang normal yang mampu melakukan ini.

“Haha, tentu saja.”

Apanya yang orang normal? Yang kita bicarakan di sini adalah penjaga neraka yang melahap jantubng manusia, Cerberus—Jack the Ripper yang hidup kembali di zaman modern.

“Siesta, aku hanya bisa mengulur waktu selama tiga puluh detik.”

Aku menghentakkan kaki kananku sambil memohon pada rekanku yang ada di luar sana, di suatu tempat. Aku menocba meraih senjata musuh yang jatuh ke lantai, tapi aku terlambat selangkah darinya.

“Sial...”

Pistol itu ditodongkan, dan suara tembakan terdengar. Aku jelas merasakan sensasi peluru yang melesat di pipiku.

“Jadi kau benar-benar ingin membunuhku, ya?”

Dan setelah aku mati, kau akan mencabut jantungku dari dada kiriku gitu?

Sebisa mungkin aku merunduk di dalam kegelapan. Dalam sitausi dimana aku tidak memiliki senjata serta jarak pandang, aku tidak dapat melakukan apa-apa. Andai saja ada sesuatu yang dapat memecahkan kebuntuan ini—

Oh iya, aku punya itu.

“Polisi memang hebat, pandangannya terhadap masa depan benar-benar tajam.”

Aku mengeluarkan Zippo yang kusimpan di saku kananku, menyalakannya, dan segera melemparkannya ke atas ranjang.

“...!”

Api segera menyebar..., atau mungkin tidak juga. Alat penyiram yang pihak hotel pasang untuk berjaga-jaga di bagian atas kamar segera diaktifkan.

“Kau penuh celah.”

“...!”

Saat air mengguyur kami, aku segara mendorong musuh yang terkejut ke atas ranjang.

“Dengan begini selesai.”

Maaf Siesta, tapi kali ini kau tidak perlu mengambil bagian.

“Nah, sudah saatnya untuk melihat siapa dirimu.”

Aku meraih saklar lampu yang ada di samping ranjang..., dan segera setelah kamar menjadi terang, kulihat bahwa orang yang berbaring di atas ranjang adalah seorang gadis yang mengenakan setelan kamuflase, dengan rambut pirangnya basah kuyup saat menempel di pipinya.

Wajah gadis itu dipenuhi dengan rasa malu saat dia didorong ke bawah oleh mangsanya sendiri, atau mungkin dia ketakutan—matanya yang terlihat seperti permata sangat berbeda dari orang Jepang, dan itu tampak goyah.

“Kau ‘kan...”

Kemudian, gadis itu memberitahuku namanya.

 

“Namaku—Charlotte Arisaka Anderson.”



3 Comments

  1. Jangan secara tibat-tiba mengenang masa lalu seperti itu. Kalu kita ingin bernostalgia akan perjalan kita, maka simpan momen itu saat kita tua nanti


    Ehhhh tau-taunya mati, sad bgt anjer

    ReplyDelete
  2. Wth? Cerberus itu si Charlotte? Hhmmmm....

    ReplyDelete
  3. https://m.facebook.com/groups/tantei.wa.mou.shindeiru/?ref=share&exp=CodenameSiesta

    ReplyDelete
Previous Post Next Post